Monday, September 29, 2014

Contoh Email untuk Menghubungi Professor Jepang

*) Langkah awal untuk menghubungi professor di Jepang --> baca disini

Email subject : Asking the possibility to enroll as graduate student in your laboratory.
***
Dear Prof. ((Professor Name)),

はじめまして
My name is Teguh Budianto from Indonesia.

As information about me that my undergraduate background is Bachelor of Engineering in Informatics, Faculty of Science and Technology, State Islamic University of Sultan Syarif Kasim Riau, Indonesia. My undergraduate research was related to Information Retrieval and Filtering and Data Mining followed by its successfully published a paper in a national seminar in Indonesia. Furthermore, I was promoted as a teaching assistant in Intelligent System’s class in my undergraduate department, focusing on Information Filtering subjects.

I am planning to continue my study in ((UNIVERSITY's NAME)) in 2015. I have opened your website and interested to join into your laboratory because your laboratory provides research themes which fit very well with my educational background and interests.

I am highly motivated in exploring Artificial Intelligence. As for my research, I am planning to conduct research in Natural Language Processing (NLP) because there are many sides of NLP which have not yet been found. In my future research, I will propose an approach in question answering system using recommendation system to help the questioners find answers more quickly. In general, there are two recommendation approaches used in recommendation system, they are Collaborative Filtering (CF) and Content-Based (CB). Since implementing each approach separately has some drawbacks, such as overspecializationcold-start problem, and sparsity, researchers have proposed the combination of two or more approaches for tackling those drawbacks. That combination usually is known as hybrid approach. By the reason, I will use hybrid approach in this research, not only for recommending answer or question but also avoiding a proposed model from the weakness of the recommendation method. 

However, if the research is not related to your research interest, I do not mind changing the research topic to your research interest.

For your information, I have passed the primary screening from The Embassy of Japan in my country and have been nominated as an awardees candidate of Monbukagakusho Research Student 2015 via The Embassy of Japan in Indonesia.

I should be grateful and feel honored if you would give me information about the requirements and the chance to join into your laboratory.

For your consideration, I enclose Curriculum Vitae, research proposal and copy of Passing Certificate of The Primary Screening. Please let me know if you are interested and require any further details or documents. I hope to hear it from you in the near future. Thank you in advance for your kindness.

ありがとうございます

--
Sincerely yours,
Teguh Budianto
Email : -- your email here ---
Phone : -- your phone number ---

Monday, September 1, 2014

Monbukagakusho Research Student 2015 (Part 6): Mendapatkan Letter of Acceptance

Sesuai dengan instruksi dari Kedubes Jepang, bahwa setiap kandidat yang lulus primary screening dapat mengambil surat keterangan kelulusan primary screening dan application form yang sudah dicap oleh Bag. Pendidikan Kedubes. Dokumen-dokumen ini dibutuhkan saat mengajukan penerbitan Letter of Acceptance (selanjutnya akan ditulis LoA) di universitas Jepang. 

Letter of Acceptance, ya itulah salah satu berkas yang harus dilengkapi oleh semua kandidat penerima beasiswa Monbusho yang lulus di primary screening agar bisa direkomendasikan oleh Kedubes ke MEXT di Jepang.  LoA yang diperoleh adalah LoA yang hanya bisa digunakan apabila kita lulus tahap akhir (secondary screening) dari MEXT nantinya. Dan LoA yang dimaksud ini adalah surat keterangan resmi dari universitas bahwa professor bersedia menerima kita untuk menjadi mahasiswa riset di laboraratoriumnya, jadi bukan serta merta bisa langsung diterima sebagai mahasiswa program S2 atau S3 di universitas bersangkutan. Kita hanya diperbolehkan untuk mengajukan maksimal 3 LoA saja kepada MEXT, dalam hal ini kita cukup mengirimkan LoA dan berkas yang diminta ke Kedubes Jepang. Untuk urusan selanjutnya ke MEXT, akan di-handle oleh Kedubes. 

Dokumen yang dikeluarkan Kedubes tersebut (surat kelulusan primary screening, dll) mulai bisa diambil tanggal 14 Juli 2014. Tentu semakin cepat akan semakin baik. Satu minggu berlalu, dan saya belum sempat ke Kedubes untuk mengambil dokumen tsb. Saya agak nggak enak izin dari kantor terus-terusan karena hari-hari itu menjelang libur lebaran dan ada kerjaan yang memang sudah mepet banget dan harus dikerjakan dengan segera. Yang bikin dilema adalah, kalau saya nunggu kerjaan ini selesai dan izin ke Kedubes, jangan-jangan malah Kedubes-nya udah tutup duluan karena liburan Idul Fitri. Saya coba sharing ke Mas Sanji (yang waktu itu sama-sama wawancara dengan saya), kebetulan memang sudah bertukar informasi sejak kelulusan primary screening lalu, bahwa saya belum bisa ambil dokumen itu. Mas Sanji pun sama, belum ada waktu untuk ke Kedubes di minggu itu. Setelah ngobrol-ngobrol santai via Whatsapp, Mas Sanji bilang kalau nanti dia ke Kedubes, dia akan coba ambilkan dokumen saya. Alhamdulillah… jadilah beberapa hari setelah obrolan itu Mas Sanji mengambilkan dokumen saya dan mengirimkannya lewat jasa pengiriman ke alamat saya (terima kasih banyak Mas Sanji).

Menjelang masa-masa menanti kiriman dokumen dari Mas Sanji, dan itu hanya 9 hari menjelang libur cuti lebaran, saya sekalian mulai bergerilya mencari professor yang bersedia untuk mengisikan Letter of Acceptance saya. Pencarian professor sebenarnya bisa dilakukan jauh sebelum kelulusan primary screening, sehingga nggak kelabakan (kaya saya) untuk mendapatkan LoA di sisa waktu yang hanya 1 bulan-an ini. Jadilah saya niatin ngirim email sebanyak-banyaknya sampai ada professor yang bersedia menerima saya.
***
Awalnya saya hubungi dosen saya Bapak Alwis Nazir yang sedang berada di Jepang, beliau lulusan PhD dari Gifu University. Saya meminta saran dari beliau untuk menentukan universitas pilihan. Pak Alwis membantu saya dengan menanyakan ke PPI Jepang perihal ini bahwa ada mahasiswanya (red: saya) yang membutuhkan informasi mengenai LoA untuk Monbusho, padahal saya seharusnya bisa sendiri bertanya ke PPI Jepang. Saya bener-bener jadi merepotkan Pak Alwis, duh. Beruntung ada beberapa teman-teman PPI Jepang yang merespon, dan saya coba terapkan sebagai salah satu alternatif mendapatkan LoA. Pak Alwis (lagi-lagi) juga membantu saya dengan menghubungi kenalannya di Jepang, salah satu professor di Gifu University. Esoknya beliau memang ada jadwal untuk menemui professor Gifu (sensei) tersebut, di moment itulah Pak Alwis menanyakan apakah sensei membutuhkan mahasiswa untuk research student dan saya diminta untuk mengirimkan email beserta research plan saya ke sensei. "Katanya", akan semakin baik jika kita mendapat rekomendasi dari salah seorang yang pernah studi di Jepang. Karena hubungan baik professor dengan rekan kita tersebut akan membawa dampak baik untuk hubungan kita dengan professor. Tentu saja dengan catatan bahwa kitanya sendiri tidak melakukan hal yang macam-macam saat berkorespondensi, lebih-lebih ketika sudah sampai di Jepang.

Keesokan harinya, professor Gifu tersebut membalas email saya bahwa beliau sudah mendengar tentang saya dari Pak Alwis. Tapi sayangnya beliau sendiri tidak bisa menerima saya --- saya kurang tau alasannya --- tapi beliau menawarkan saya dengan mengontak 3 professor lain yang ada di department-nya apakah membutuhkan mahasiswa baru atau tidak. Dan… sayangnya tidak ada satupun yang bersedia menerima saya. Haha pukulan telak dipercobaan pertama, tidak apalah “mungkin ada yang lebih baik, nanti…” saya mencoba menghibur diri. Saya membalas email professor Gifu ini sekalian berterima kasih. Lalu, saya melupakan Gifu University dari universitas tujuan saya dan move-on dengan tertatih-tatih ke universitas lain. halah.

Tidak hanya bercerita tentang universitas di Jepang, Pak Alwis juga banyak cerita mengenai kehidupan di Jepang, mulai dari pilihan kota tempat tinggal, biaya hidup, me-manage living allowance beasiswa dan tips berkomunikasi dengan professor Jepang. Satu hal penting yang saya ingat, tata krama itu sangat penting di Jepang, karena professor adalah orang yang sangat dihormati disana. Saran-saran dari Pak Alwis sangat membantu saya, --- terima kasih Pak Alwis --- dan menjadi bekal bagi saya saat memilih universitas/laboraturium dan berkorespondensi dengan professor Jepang selanjutnya.
***
Melanjutkan ikhtiar saya mendapatkan LoA, yang saya lakukan adalah tentu saja dengan mencari informasi mengenai professor dan lab yang sesuai dengan minat studi saya. Tidaklah sulit rasanya untuk menemukan informasi tersebut. Berbagai cara saya coba lakukan untuk bisa berkomunikasi dengan professor. Beberapa cara tersebut antara lain --- pertama-tama --- tentu cukup efektif dengan mencari via google, misalnya dengan keyword: "natural language processing laboratory", atau "natural language processing in university of tsukuba". Cara lainnya, bisa dengan langsung mengunjungi website universitas tujuan, biasanya informasi mengenai lab, professor, berserta nomor kontaknya ada di bagian menu "Graduate School->Faculties", atau "Education and Research -> Laboratory" atau "International Student". Kira-kira seperti itu. Jika rasanya masih sulit juga untuk menemukan informasi mengenai professor dan laboratoriumnya, silakan saja untuk menghubungi pihak International Student Division. Disana kita bisa bertanya tentang prosedur pengerbitan LoA dan tentang calon supervisor yang kita inginkan. Nanti divisi tersebut yang akan membantu kita agar dapat berkorespondensi dengan professor di universitas mereka.

Dari list kontak email professor yang saya dapatkan, saya coba untuk meghubunginya satu-persatu. Terhitung ada sekitar 7 professor yang saya hubungi dalam 2 minggu awal pencarian LoA saya (sekitar akhir Juli s/d awal Agustus '14). Email-email tersebut saya kirimkan ke professor di University of Tsukuba, Nagoya University, Ritsumeikan University, Japan Advanced Institute of Science and Technology, Nara Institute of Science and Technology, Nagoya Institute of Technology, dan Yokohama National University. Selain itu, tentu saja saya tidak lupa pula untuk menghubungi Prof. AF di Tokyo Institute of Technology (Tokyo Tech) yang pernah waktu itu memberikan kesediaan untuk menerima saya. 


Saat mengirimkan email ke professor Jepang, gunakanlah bahasa yang sopan dan tidak salah juga kalau meminta seseorang yang jago bahasa inggrisnya untuk merevisi tata bahasa dari email kita tersebut. Konten yang saya masukkan ke dalam email tersebut berisikan perkenalan singkat dan latar belakang saya, maksud dan tujuan mengirimkan email, deskripsi singkat dari rencana riset, dan ucapan terima kasih atas waktu yang diberikan professor untuk membaca email saya, serta melampirkan soft-copy surat keterangan lulus primary screening, proposal riset dan CV [contoh email korespondensi ke professor].
***
University of Tsukuba
Satu-persatu surat balasan masuk ke inbox saya, yang pertama membalas adalah professor di University of Tsukuba. Beliau menanyakan tentang mata kuliah kalkulus yang pernah saya ambil selama S1 dan materi apa yang saya dapat dari kuliah itu. Saya pikir tadinya bakalan diminta buat ngerjain soal matematika, panic!, udah lama banget tidak bersinggungan dengan kalkulus ditambah lagi saya ngga jago di matematika. loh? haha untungnya cuma ditanya gitu doang, syukurlah. Selain itu juga beliau meminta saya mengirimkan copy dokumen tambahan lainnya seperti sertifikat bahasa Inggris atau Jepang, publikasi ilmiah, dan proposal riset (saat itu saya lupa melampirkan proposal riset di email pertama). Setelah berkorespondensi beberapa kali dan beberapa pertimbangan dari beliau, akhirnya beliau bersedia untuk memberikan LoA kepada saya. Beliau mengirimkan email kepada saya, dengan melampirkan copy LoA, bahwa LoA sudah beliau kirimkan ke alamat saya. Sekitar satu minggu, akhirnya, saya mendapatkan kiriman LoA dari professor di Unversity of Tsukuba tersebut. Ini bener-bener LoA yang pertama kali saya dapatkan, rasanya seneeeeeeng banget dan lega karena setidaknya punya satu LoA ditangan.

Nara Institute of Science and Technology (NAIST)
Email kedua datang dari professor di Nara Institute of Science and Technology (NAIST). Awalnya saya mengirimkan email secara langsung ke professor ini. Saya menunggu sangat lama, sekitar 2 minggu dan tidak ada balasan. Saya nggak sabar dan nyoba untuk nyari-nyari cara lain agar bisa berkorespondensi dengan professor ini. Ternyata dari yang saya baca di websitenya, kalau di NAIST calon mahasiswa yang lulus primary screening bisa menghubungi pihak International Student Division perihal pengeluaran LoA. Jadi saya coba menghubungi International Student Division di NAIST untuk menanyakan prosedur pengajuan LoA dan minta untuk bisa dihubungkan dengan professornya. Seorang dari International Student Division membalas email saya dan meneruskan email saya ke calon supervisor saya. Keesokan harinya, email saya dibalas oleh professor di NAIST, beliau meminta saya untuk bisa berdiskusi tentang proposal riset saya, hanya diskusi ringan saja. Beberapa kali bertukar surat lewat email, beliau sadar kalau pernah menerima email saya yang pertama (itu sudah lama sekali) dan itu masuk ke kotak SPAM. (((KOTAK SPAM))) sodara-sodara. Jadi saya tidak heran kalau ada professor yang sangat lama sekali membalas email saya. Wajar saja, yang mengirimkan email ke professor bukan hanya saya seorang. Mungkin setiap hari ada saja yang mengirimkan email ke beliau. Pada akhirnya beliau bersedia untuk memberikan LoA kepada saya dan mengatakan kalau alamat email saya sudah tidak difilter ke SPAM lagi. Syukurlah... Saya jadi merasa sangat spesial. haha. LoA yang sudah ditandatangi oleh beliau akan dikirimkan oleh perwakilan international student division ke alamat saya. Yeay!!! LoA kedua!!! :D

Nagoya Institute of Technology (NITech)
Selanjutnya, LoA ketiga saya datang dari professor yang ada di Nagoya Institute of Technology (NITech). Saya lebih banyak berkorespondensi dengan assistant professor-nya dan seorang dari international student division di NITech. Jadi memang assistant professor ini yang mewakili beliau berkirim pesan dengan saya. Awal ceritanya memperoleh LoA dari NITech, saya cuma kirim email sekali saja ke professor bersangkutan. Nggak sampe seminggu email saya udah dibalas dan direspon positif oleh assistant professor-nya. Beliau menyatakan bahwa professor NITech telah bersedia menerima saya di lab-nya dan sudah membaca proposal riset yang saya kirimkan via email. Dari assistant-nya tersebut, saya diminta untuk berkorespondensi dengan salah seorang staff di international student division perihal penerbitan LoA. Calon professor saya ini akan mengisi LoA untuk saya dan menandatanganinya. Beberapa hari berikutnya LoA saya dikirimkan oleh staff tadi dan saya terima sekitar 5 hari berikutnya. Yuhuuuuu... LoA ketiga!!!


***
Alhamdulillah, lengkap sudah 3 LoA.

Bagaimana dengan professor lain yang sudah saya hubungi? Seorang professor di JAIST membalas, tetapi topik risetnya sedikit berbeda dengan saya dan selebihnya tidak membalas sama sekali. Pikir saya, selain professornya memang sedang sibuk banget atau seperti pengalaman sebelumnya, kemungkinan besar email saya masuk ke kotak SPAM. haha.

Atau kondisi lainnya, kampus yang kita tuju memang sedang tutup atau masa liburan. Pengalaman saya saat berkorespondensi dengan pihak international student division di NAISTdipertengahan Agustus seorang staff mengatakan bahwa kampus akan tutup selama beberapa hari karena di Jepang memang sedang liburan (summer vacation). Sehingga mereka sedikit menunda penerbitan LoA saya dan akan dikirim setelah liburan selesai. Ini juga menjadi indikasi bahwa professor/staff kampus yang kita kirimi email bisa saja sedang liburan dan kita harus menghargai itu. Sama halnya seperti kita yang sedang libur lebaran, pasti males banget kalau ada email kerjaan yang masuk ke kotak surat. lol. 

Lalu bagaimana dengan professor yang di Tokyo Tech yang sempat menerima saya Oktober 2013 lalu? Sayangnya professor di Tokyo Tech tidak membalas lagi email saya yang terakhir, padahal selama ini beliau selalu asik untuk diajak berdiskusi (bahkan sampe rela-rela menyediakan waktu untuk saya mempresentasikan proposal saya ke beliau via Skype). Hmm... mungkin saja karena beliau masih ragu untuk menerima saya lagi karena proposal riset saya tidak terlalu banyak berubah dari aplikasi saya sebelumnya ke Tokyo Tech. Saya memang cerita ke beliau kalau saya cuma mengembangkan sedikit dari proposal riset saya yang lalu. Soalnya, kalau saya tidak cerita saya takut beliau kecewa menerima riset saya tersebut. Ya seperti itulah, meski saya sudah seneng banget sama professor ini (ngerasa klop, cieee~) saya harus terima fakta kalau saya harus berpindah ke professor yang lain. 

Anyway, ketiga letter of acceptance yang saya terima masing-masing dari University of Tsukuba, Nara Institute of Science and Technology, dan Nagoya Institute of Technology menjadi tiket untuk memasuki babak baru bagi saya agar bisa direkomendasikan ke tahap secondary screening oleh MEXT di Jepang. Pencarian LoA ini (mungkin saja) jadi ikhtiar saya terakhir dalam mengikuti proses seleksi beasiswa Monbukagakusho 2015, sebab saya hanya tinggal menunggu dan berdoa untuk hasil pengumuman final di awal Januari 2015 nanti tentang status saya apakah status "Calon Penerima" bisa berubah menjadi "Penerima" beasiswa Monbukagakusho Research Student 2015.

***
Kumpulan tulisan saya tentang pengalaman serta tips dan trik mendapatkan beasiswa Monbukagakusho Research Student 2015:


Tuesday, July 22, 2014

Monbukagakusho Research Student 2015 (Part 5): Kelulusan Primary Screening

Siapa bilang menunggu itu adalah hal yang membosankan? Hhmm, sesungguhnya menunggu itu nggak hanya nge-bosenin tapi juga bikin dag-dig-dug, cemas, khawatir berlebihan dan nggak sabar pengen cepet-cepet tiba waktu yang dinantikan, 11 Juli 2014.

Pagi 11 Juli 2014 saya sudah datang ke kantor, kebetulan memang ada project baru yang akan digarap sama department tempat saya bekerja. "Wah! pasti seru!", saya selalu excited sama hal-hal baru, project baru artinya ilmu baru dan setidaknya membuang sedikit beban kerjaan lama (tapi belom tentu juga dibuang sih. lol) untuk menatap project baru yang lebih cerah. halah. Karena project baru, jadinya minggu-minggu awal Juli 2014 udah sering meeting untuk bahas project ini. Saya (biasa...) kebagian porsi untuk program beberapa modul aplikasi saja, untungnya tim di department itu ada banyak. hehe.

Udah sekitar seminggu saya selalu cek website Kedubes Jepang, kalau-kalau, informasi kelulusan wawancara & tes tulis udah nongkrong manis di page-content websitenya. Eh, ternyata Kedubes Jepang ini beneran tepat waktu, 11 Juli pukul 11:07 (sengaja biar sensasional) Kedubes Jepang merilis nama-nama peserta yang lulus tes wawancara dan tertulis menjadi "calon penerima beasiswa" Monbukagakusho 2015. Ya Allah... saya nggak fokus lagi sama isi materi rapat pagi itu. 
Pengumuman Hasil Seleksi Wawancara Beasiswa Monbukagakusho Program Research Student 2015. (11 Juli 2014)

Buru-buru saya buka dan klik link pengumumannya, dengan sentuhan ujung jari pada layar handphone saya maka terbukalah halaman PDF berisikan informasi kelulusan primary screening. Saya menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya scroll kebawah layar handphone untuk mengecek nama saya di list itu. Nggak sabar tapi takut juga menghadapi kenyataan yang buruk. Dan... Alhamdulillah, ada nama saya disalah satu nama yang diumumkan oleh Kedubes Jepang. Saya senang bukan main, pengen teriak tapi sedang meeting, pengen salto tapi takut encok, yaudah deh saya akhirnya milih untuk senyum-senyum sendiri aja. Menikmati hasil lelah-lelah seleksi yang lalu cukup membuahkan hasil yang baik sampai hari ini. Saya lihat ada nama Mas Sanji dan Kak Yumi di list itu, peserta monbusho juga yang ketemu di Kedubes saat wawancara tempo hari. Saya masih setengah nggak percaya, ini kepercayaan dan tanggung jawab besar jadi salah satu kandidat untuk Monbusho. Rasanya seneeeeeengggg... bangeeeeeet! :D

Pada akhirnya, ditengah-tengah meeting saya sadar bahwa ini beneran. "Ini beneran lho Guh", berusaha meyakinkan diri sendiri. Setelah ada waktu longgar di kantor, saya baca-baca lagi petunjuk yang diberikan oleh Kedubes tentang apa yang selanjutnya harus saya lakukan. Ada beberapa hal penting yang harus dilakukan untuk setiap kandidat yang akan direkomendasikan oleh Kedubes, yaitu:
1. Melakukan konfirmasi bahwa kita bersedia untuk direkomendasikan ke MEXT.
2. Mengirim lagi berkas-berkas yang pernah kita kirim saat seleksi administrasi
3. Mengambil surat keterangan lulus primary screening dan application form yang sudah di cap oleh Kedubes. Kedua berkas ini digunakan untuk mendapatkan LoA dari universitas Jepang.
4. dan mengumpulkan maksimum 3 Letter of Acceptance dari universitas Jepang. 

Ada yang perlu digaris bawahi dan perlu ditekankan, bahwa peserta yang lulus primary screening tidak serta merta langsung menjadi penerima beasiswa research student. Nah ini dia yang jadinya buat saya mikir kalau senang-senangnya cukup disini dulu aja, karena masih ada babak penentuan akhir perjalanan untuk menjadi penerima beasiswa sesungguhnya. Ada proses seleksi selanjutnya yang disebut dengan secondary screening.  Tahap ini dilakukan oleh MEXT di Jepang untuk melihat kembali kelayakan seorang kandidat. Makanya semua kandidat diminta untuk mengirim ulang dokumen-dokumen administrasia beasiswa, karena dokumen ini akan diteruskan Kedubes ke MEXT di Jepang. Jadi saya belum bisa sepenuhnya bernafas lega dengan hasil primary screening ini. Di secondary screening sendiri seperti apa prosesnya dan seperti apa kriteria penilaiannya saya juga belum tau, tapi  mungkin saja memang tidak diberi tahu, mengingat kerahasiaan proses seleksi. Apakah di secondary screening semua kandidat akan berangkat ke Jepang? Kalau pertanyaan ini tergantung hasil dari MEXT, dengar-dengar dari Staff Kedubes kalau kesempatannya cukup besar kalau udah lulus dari primary screening. Karena dari mereka juga saya tahu kalau tahun lalu yang lulus primary screening diberangkatkan semua. Ya semoga saja untuk tahun 2015 ini juga akan diberangkat kan semua. Saya masih cemas ini, sudah sejauh ini rasanya perjuangan dan pengorbanan saya :)

Mengumpulkan dokumen secondary screening 
Selang beberapa hari setelah tanggal kelulusan, saya langsung kirim email konfirmasi ke Kedubes bahwa saya (tentu saja) bersedia untuk melanjutkan ke seleksi selanjutnya, secondary screening. 

Seperti yang sebelumnya saya ceritakan, kalau Kedubes meminta kita untuk mengumpulkan lagi berkas-berkas yang hampir sama dengan saat seleksi dokumen awal. Hanya saja saya diminta untuk melampirkan certificate of health, form-nya telah disediakan oleh Kedubes Jepang. Jadi tinggal request saja sama dokter tempat kita melakukan medical checkup. Cerita pengalaman peserta tahun-tahun sebelumnya, untuk Application Form, Field of Study and Study Program, Recommendation Form, dan Certificate of Health diberikan berupa form asli dari Kedubes, sementara di tahun 2015 form-form tersebut diberikan berupa soft-copy (ext .docx), jadi bisa lebih enak ngisinya dengan ketikan di Ms.Word. Jadi gak susah nulis tangan dokumen sebanyak itu.

Bagi saya, mengumpulkan berkas-berkas untuk secondary screening ini cukup repot juga. Terutama bagian surat rekomendasi dari universitas asal. Karena saya udah nggak menetap di Pekanbaru lagi dan entah bagaimana caranya saya minta ke dosen saya untuk mengisi surat rekomendasi. Masa saya harus pulang ke Pekanbaru buat minta surat itu? Sungguh budget saya udah menipis :)). Setelah pemikiran panjang, akhirnya saya coba minta tolong kesediaan teman sekampus saya, Risqa, yang kebetulan memang bekerja di kampus untuk mewakili saya meminta surat rekomendasi ke dosen itu. Saya nulis surat permohonan juga buat dilampirkan ke dosen saya, berserta dengan surat rekomendasi yang akan ditanda tangani. Untungnya prosesnya lancar dan dokumennya bisa sampai ke saya dengan selamat. Saya untuk kesekian kalinya berterima kasih atas kebaikan teman saya ini. Wallahualam kalau Risqa nggak bisa membantu saya waktu itu. Alhamdulillah-nya bisa :D

Dokumen lainnya, saya rasa tidak ada masalah, mungkin yang perlu saya kejar adalah certificate of health. Saya seumur-umur belom pernah jalanin general medical checkup. hehe... Karena saya rasa nggak ada salahnya untuk cek kesehatan, saya nyari rumah sakit di dekat-dekat saya tinggal. Saya direkomendasikan oleh teman saya ke RS. Mitra Keluarga Cikarang, kebetulan juga itu yang paling deket, yaudah saya jalan aja kesana. Setelah saya tanya-tanya, dan jelasin keperluan saya untuk diisikan form kesehatan itu. Petugasnya jawab kalau rumah sakitnya bisa memenuhi kebutuhan saya tersebut. Pelayanan rumah sakitnya juga baik kok. Jadilah saya jalanin medical checkup sesuai dengan item-item yang harus di cek di dalam certificate of health.   Jangan lupa untuk memastikan bahwa dokternya mengisi dokumen tersebut dalam bahasa inggris. Untuk hasilnya bisa diambil selang 1 hari kerja. Nah, kalau untuk biayanya, saya ngerasanya cukup mahal sih, tapi untuk ukuran kesehatan nggak tau juga mahal atau gak yang jelas saya habisnya 700rb (lumayan juga nih nominalnya). Kalau cerita-cerita sama Mas Sanji, dia-nya tes di labor Prodia dengan biaya 670rb dan bisa diambil hasilnya setelah 3 hari kerja. Ya... beda-beda sedikitlah yaa :)

Dateline yang diberikan Kedubes Jepang untuk mengumpulkan dokumen-dokumen kembali (selain LoA dan attachment form) adalah sekitar 2 minggu sejak diterbitkannya informasi kelulusan. Waktu terakhirnya adalah selang 1 hari setelah libur cuti Idul Fitri. Mepet banget kalau ngirim dokumen dihari itu. Jadi saya mesti ngirim berkasnya sebelum Idul Fitri, biar pada saat ngirim, dokumen saya nyampe ke Kedubes sebelum lebaran. Takut juga sih ngirim pas lebaran, Kedubesnya jelas tutup dan pak pos nya juga mau lebaran juga kali. haha >_<

Setelah mengumpulkan dokumen-dokumen itu, saya masih punya kewajiban untuk mengumpulkan dokumen lainnya yang sama pentingnya, yaitu Letter of Acceptance dan attachment form. Attachment form sendiri adalah form yang kita isi dengan pilihan universitas yang akan kita tuju untuk study nanti di Jepang, ini tergantung dari LoA yang kita dapat (maksimal 3 LoA). Untuk batas pengumpulan LoA, Kedubes masih memberi kelonggaran hingga tanggal 5 September 2014, atau sekitar 1,5 bulan dari pengumuman kelulusan primary screening. Nah, ini dia nih hal yang seru selanjutnya saat saya bergerilya untuk mendapatkan Letter of Acceptance dari professor/universitas di Jepang. Semoga proses berburu letter of acceptance ini lancar jaya.
Ceritanya bisa disimak di postingan selanjutnya (link masih belum ada).

***
Kumpulan tulisan saya tentang pengalaman mendapatkan beasiswa Monbukagakusho Research Student 2015:


Sunday, June 29, 2014

Monbukagakusho Research Student 2015 (Part 4): Wawancara

Usai menjalani tes tertulis monbusho research student, saya bersiap diri, jiwa dan raga, untuk melaksanakan tes wawancara yang di jadwalkan pada pukul 13:00 tanggal 19 Juni 2014. Saya masuk ke dalam kelompok wawancara untuk bidang Ilmu Alam dan Teknik (tanggal 17-19 Juni 2014). Berarti saya kebagian di hari paling terakhir untuk kelompok itu. 

Sebelum hari wawancara, saya punya waktu sekitar 2 hari untuk membaca-baca ulang copy application form dan proposal riset yang saya kirimkan tempo hari. Tidak terlalu intensif, hanya mengulang saja karena masih banyak melekat di ingatan saya. Sebenernya, saya juga punya kewajiban di kantor hari itu, saya minta izin lagi ke atasan saya, kali ini saya izin sama Pak Puji. Dan Alhamdulillah dibolehkan, bapaknya juga support saya banget untuk urusan ini. Sampe jelasin detail-detail rute buat nyampe ke Kedubes Jepang di kawasan Thamrin.

Selain itu, saya juga mulai mencari-cari di internet pertanyaan-pertanyaan yang bisa diprediksi jawabannya. Jadi, memang pertanyaan ini saya siapkan lebih dahulu jawabannya. Ya, itung-itung biar pas hari H nggak terlalu mikir-mikir banget gitu buat ngasih jawaban. Saya juga sambil latihan ngomong sendiri in English, biar lidah nggak kaku kalau besoknya dipake buat ngomong English. Saya jarang soalnya berdialog dengan bahasa Inggris, jadi hal ini penting banget buat saya. Untungnya sudah beberapa kali wawancara bahasa Inggris, jadi mudah-mudahan selama wawancara ngalir dengan lancar.

Untuk pakaian yang saya gunakan saat wawancara, juga udah saya persiapkan. Saya takut aja salah kostum. Kalau masalah pakaian, cukup yang sewajarnya saja dan sopan minimal pakai kemeja atau baju batik, celananya mungkin enaknya warna gelap (sebaiknya bukan jeans) dan tentunya pakai sepatu, saya rasa sudah pas banget itu. Satu hal lagi, pakai pakaian yang nyaman di kita. Kadang hal sepele kaya gini bisa mempengaruhi kesiapan kita untuk wawancara. *berasa jadi fashion stylist* :))))

Pagi tanggal 19 Juni 2014, saya berangkat dari Cikarang ke Jakarta menuju Kedubes Jepang. Lokasinya di jalan M.H. Thamrin nggak jauh dari Bundaran HI, jalan kaki sedikit juga nyampe. Nah, untuk yang bukan orang Jakarta saya coba buatin rutenya. Saya di Jakartanya naik busway, kebetulan bukan rush hour jadilah di busway juga gak rame-rame amat. Kalau ke arah Jl. Thamrin, bisa naik busway jurusan Jakarta Kota - Blok M, itu udah yang paling pas banget saya rasa. Nanti turunnya di halte Bundaran HI, kebetulan kemarin haltenya lagi ditutup karena ada proyek pengerjaan MRT. Jadi alternatifnya bisa turun di halte Sarinah atau Tosari. Selebihnya jalan kaki deh ke arah Kedubes, sekitar 5-7 menit.

Sewaktu sampe di Kedubes itu jam 11, "Duh kecepetan banget". Saya ngelapor sama security saya bilang mau wawancara research student, katanya untuk yang wawancara jam 1 siang dibolehin masuk jam setengah 1.
"Boleh nunggu di depan situ, Mas", begitu kata security-nya sambil nunjukin tempat duduk dipojokan.
Yaudah deh, saya jalan-jalan aja sambil makan siang dan nyari mushalla. Disitu kawasan elit/perkantoran kayanya ya. Nggak nemu tempat makan pinggir jalan soalnya. Haha. Saya, dengan bawa uang pas-pasan, masuk ke KFC di "entah gedung apa itu namanya" lokasinya persis di seberang Kedubes Jepang. Saya makan siang disana.

Selesai makan siang, sekitar jam 12. "Waduh... jam setengah 1 lama banget rasanya T,T". Saya main ke E(x) ya? Pokoknya kaya food court gitu disampingya Kedubes Jepang. Saya nyari mushalla aja disana sambil baca-baca lagi lembar aplikasi dan list pertanyaan+jawaban yang sudah saya persiapkan sebelumnya.

Akhirnya waktu yang dinanti tiba juga, saya ngelapor lagi sama security-nya kalau saya mau wawancara monbusho. Terus dia nge-cek nama saya dan mempersilahkan saya untuk masuk ke perpustakaan di lantai 2. Ya ampun, di dalam Kedubes-nya itu kalau mau akses 1 ruangan ke ruangan lain dibatasi pintu besi yang cuma bisa diakses sama pemegang kartu aja. Kalau dipaksa-paksa untuk dibuka juga gak akan bisa. Jadilah saya nggak bisa kemana-mana kalau tanpa pengawasan dari petugas/pegawai di Kedubes. Mungkin cuma toilet doang yang bisa saya akses sendiri tanpa pengawalan.haha. Saya belum pernah ada ditempat semacam itu, memang security system di Kedubes sangat ketat sekali. Saya jadinya berhalusinasi sedang main film sci-fi karena berhasil melewati beberapa pintu dengan pengamanan ekstra kalau udah kaya begini :D

Di perpustakaan saya ketemu sama 3 peserta lain, seharusnya total peserta di sesi jam 1 itu ada 5 orang termasuk saya, sepertinya yang 1 mengundurkan diri. Saya kurang ngerti juga alasannya kenapa. Saya sempat berkenalan sesama perserta waktu itu, Mba Pramono, Mas Sanji, dan Kak Yumi. Kak Yumi ini dosen teknik industri di Universitas Andalas, ternyata dia ini temannya salah satu dosen industri di fakultas saya S1. Dan dosen saya itu, adalah kakak dari teman saya main. Walah... sempit banget dunia. haha. Diantara kami berempat cuma saya yang rencana untuk melanjutkan S2, karena ketiganya berencana akan melanjutkan program S3 selepas jadi research student di Jepang. Diwaktu yang sama, mba dari Kedubes Jepang memberikan pengarahan dan informasi terkait wawancara serta prosedur apa yang akan dilakukan setelah lulus melalui tahap wawancara. Saya sudah catat, akan saya ceritakan dipostingan khusus, itupun kalau saya lulus tahap ini. Doakan yaa... haha.

Diakhir sesi penjelasan mengenai monbusho oleh mba dari Kedubes Jepang, kita sempat tanya jawab seputar prosedurnya lebih detail. Mba nya tetap saja sabar menjelaskan, meski waktu sudah mendekati pukul 1 siang, yang artinya waktu wawancara semakin dekat. Saya deg-deg-an (lagi).
"Sudah siap semuanya untuk wawancara? Semoga berhasil ya", begitu kata mba di Kedubes Jepang saat rasanya semua pertanyaan sudah dijawabnya.
Dalam hati saya, "Kenapa harus ada pertanyaan itu sih", jantung saya makin dag-dig-dug.
Mba-nya membawa kami melewati lorong -> pintu besi ->lorong -> pintu besi -> lorong -> pintu besi. Hah entah berapa kali lewati pintu besi.
Nah, ada 1 ketika saat sudah mendekati ruang wawancara. Kami diminta untuk menggunakan visitor card dan meninggalkan semua peralatan elektronik seperti handphone dan kamera. Dan semuanya harus dalam kondisi di-nonaktifkan. Visitor card saya nomornya cantik banget, haha buat iseng aja sih saya dapat No.13. Kak Yumi sempat bilang, "That's your lucky number, right?" haha saya ketawa aja sambil nimpalin dengan rasa bangga "Of course, but it can be 31 if you reverse its position, kak" :D
Itu buat intermezo aja, soalnya saya udah kedinginan karena grogi.

Kami semua nunggu di ruangan dengan sofa-sofa besar disana, nggak begitu luas dan di ruangan itu ada mushalla juga. Tapi saran saya jangan shalat disitu, sebaiknya shalat sebelum masuk ruangan aja. Karena akses ke tempat wudhu/toilet susah sekali, dan kebetuluan toilet juga ada di bagian lorong luar yang dipisahkan dengan pintu baja. Jadinya ngga bisa kemana-mana lagi deh.

Peserta yang datang hari itu diurutkan berdasarkan abjad, jadi urutannya adalah 1) Mba Pramono, 2) Mas Sanji, 3) Saya dan 4) Kak Yumi. Masing-masing peserta dapat alokasi waktu sekitar 30 menit untuk wawancara. Saya udah siap banget saat itu, ngga ada buka-buka berkas lagi, udah siap aja pokoknya. Here we go!!! :D

Suasana di Ruang Wawancara
Satu per-satu peserta sebelum saya masuk ke dan keluar dari ruang wawancara. Tibalah giliran saya untuk diwawancara, saya sangat siap. Sungguh! :D

Saya mengetuk pintu sambil menoleh sedikit ke dalam ruangan wawancara, setelah ada isyarat dari salah satu pewawancara untuk mempersilakan saya masuk, barulah saya masuk.
"Excuse me", lalu saya melangkah masuk. Saya dipersilakan duduk sama pewawancara yang duduk di tengah.
"Thank you, Sir", jawab saya singkat dengan ramah.
Di dalam ruang wawancara, ada 5 orang pewawancara. Ada 2 orang Indonesia dan 3 orang Jepang, dan kesemuanya bapak-bapak. Bapak-bapak yang orang Indonesia ini keduanya adalah guru besar di bidang beliau masing-masing, saya hanya tau 1 orang saja yang guru besar ITB di bidang Remote sensing. Ini pun saya taunya dari Mas Sanji, sesama peserta wawancara. Bapak yang satunya lagi, saya rasa yang paling ramah diantara yang lain, meski yang lain juga ramah, cuma saya ngerasa bapaknya lebih antusias dengerin saya pas saat saya cerita. Makanya saya inget banget sama bapaknya, sayangnya saya lupa berkenalan nama T,T

Pertanyaan pertama, dari bapak yang ramah itu adalah minta saya memperkenalkan diri. Sudah saya tebak sih, pasti nanyain hal-hal kaya gini. Yaudah, saya cerita aja tentang saya, kampus saya selama S1 dan kegiatan saya saat ini setelah selesai kuliah. Oke, saya coba bikin list pertanyaan dan jawaban yang saya kemukakan waktu itu yaa.

***
1. Perkenalan tentang diri kita sebagai applicant. Standarlah ya, semua orang pasti bisa jawab asal gak lagi amnesia. hehe.

2. Coba ceritakan tentang rencana risetmu nanti selama di Jepang?
Saya ceritakan persis dengan yang ada di proposal riset saya, meski ngga semuanya juga, hanya bagian pentingnya saja. Nanti kalau pewawancaranya tertarik, pasti akan nanya lagi lebih detail. Saya menyadari juga kalau dari pewawancara nggak ada yang background ilmu komputer, jadilah saya cerita sesimple mungkin. Tapi dilain itu, saya juga udah siapkan kalau-kalau ditanyain hal yang detail. Soalnya penting banget mempersiapkan apapun kemungkinan yang terjadi.

3. Apakah sudah pernah kontak calon pembimbing?
Aaaakkkk!!! Saya seneng banget ditanyain ini, saya bilang "Yes Sir, I have". Beberapa hari sebelum wawancara, saya sempat email lagi Prof. AF mengenai status saya yang sedang dalam masa seleksi monbusho. Saya ceritakan soal ini, Alhamdulillah dibalas. Beliau senang untuk menerima saya di lab nya, dengan catatan tentu saya harus berhasil di seleksi monbusho ini. Artinya, saya setidaknya sudah ada yang mau 'nampung' kalau saya kuliah di Jepang. Bagi saya, ini penting untuk menunjukkan keseriusan kita ingin belajar di Jepang.

4. Kenapa memilih Jepang, padahal bidang kamu (computer science) banyak lho yang bagus di Amerika. 
Nah loh? Pertanyaan ini saya jawab aja kalau di USA perbedaan culture-nya terlalu ekstrim, *saya sempat bingung sih*, terus kalau di Jepang saya tidak hanya belajar tentang ilmu/riset yang saya minati tetapi saya bisa bergaul di lingkungan internasional yang penuh dengan budaya ketimuran. Terutama budaya Jepangnya sendiri. Jepang dan Indonesia sama-sama di timur, jadi saya rasa perbedaan yang tidak terlalu mencolok akan memudahkan saya untuk beradaptasi selama di Jepang. Saya nggak tau juga substansi dari jawaban saya apa, terlalu general kayanya ya.

5. Di application form kamu menulis pernah internship di Chevron, berarti sudah tau dong lingkungan kerjanya dan betapa 'nyaman'-nya kalau bisa kerja disana. Kenapa tidak melanjutkan saja karir kamu dengan bekerja disana?
Pertanyaan ini bener-bener nggak pernah saya duga sama sekali. Seketika saya terkena panic attack karena nggak persiapankan jawabannya. Bismillah saja. Terus saya mulai dengan bilang "It's interesting, Sir", sambil senyum ke bapaknya, dan bapaknya ikutan senyum dengan tatapan sangat menunggu respon saya. Jadilah saya jawab, orang Riau, bahkan termasuk Ibu/Bapak saya juga punya mimpi anaknya untuk masuk Chevron. Saya saat ini berbeda pak, saya bilang kalau passion saya di dunia riset. Saya sudah cari sekian lama, dan saya nemukan ini saat mengerjakan skripsi. Saya suka mengeksplor hal-hal baru dan saya cinta akan ilmu pengetahuan, jadi saya ingin berkontribusi disana. Saya mau jadi peneliti/pengajar pak, di Riau, kita semua mungkin tau, kalau pendidikannya sangat berbeda jauh dengan universitas-universitas di Jawa. Paling tidak ini yang bisa saya berikan untuk kampung saya. *kira-kira beginilah jawabannya, saya agak gemetar waktu cerita ini* :)

Waktu yang pertanyaan no.5 ditanyakan, bapak-bapaknya berdua orang Indonesia sambil bercanda. "Eh, itukan pertanyaan saya, sudah diambil duluan. Gimana dong?" haha... sejak itulah suasana wawancara jadi lebih santai, saya juga tambah rileks untuk menjawab pertanyaan berikutnya.

Oke, kita lanjut ke pertanyaan lain...

6. Di application form, kamu menulis lulus kuliah dalam waktu 4 tahun dan 11 bulan. Ini hampir 5 tahun? Apa yang terjadi?
Lagi-lagi pertanyaan yang membunuh mental saya. Saya senyum saja, sekali lagi Bismillah... saya jawabnya kira-kira begini "That's my bad, Sir. I couldn't manage my time as well as the others. I worked when I was a student as a graphic designer. I studied at university in the morning and worked in the night until 9 PM". Saya tau ini bisa jadi blunder untuk saya, karena tidak bisa me-manage waktu dengan baik. Apa mungkin saya dipercaya untuk direkomendasikan sebagai penerima beasiswa? Ahh saya waktu itu kepikiran saya mau jawab jujur apa adanya saja. Sewaktu kuliah saya sejak semester satu kerja part-time hampir 3 tahun. Di tingkat awal saya kerja di radio, dan selepas itu saya kerja di kedai souvenir ngerjain desain gambar. Kuliah saya sempat keteteran, tapi itu satu-satunya cara untuk mengurangi beban orangtua saya. Cukuplah orang tua saya bayarin uang kuliahnya, untuk sehari-hari saya tetap cari sendiri. *malah curhat* -___-

7. Saya baru pertama kali dengar nama kampus kamu selama seleksi beasiswa monbusho, yang kami tau cuma Universitas Riau, coba tolong kamu ceritakan ke kami. Anggap saja kamu ini duta dari kampusmu.
Ini seriusan nggak sih? Saya antara mau ketawa atau sedih sebenernya, sebegitu tidak terkenalkah kampus saya? T,T Seakan-akan cuma saya alumni UIN Sultan Syarif Kasim Riau yang pernah duduk hadap-hadapan sama pewawancara di monbusho ini. Pedih, perih, dan menghujam jantung. Jleb! Jleb! Jleb! Yaudah deh, dengan semangat membara saya ceritakan apa kelebihan UIN dan seperti apa UIN Suska Riau itu.
Pertanyaan yang saya nggak bisa jawab ialah, "Kapan kampusmu ini berdiri?", eerr... "I'm not sure, Sir". Duh, gagal jadi duta yang baik.

8. Apa kontribusi yang bisa kamu berikan untuk Jepang dan Indonesia melalui studimu ini nantinya?
Ahem, saya jawabnya kontribusi yang berkaitan dengan riset saja seperti apa sisi baik riset saya untuk kedua negara ini. Itu saja.

Selanjutnya memasuki pertanyaan yang lebih santai. Pertanyaan ini yang terakhir ditanyakan, ditanyakan sama pewawancara orang Jepang yang paling muda. Saya agak budek dengerin speaking-nya, sungguh English-nya bapak-bapak yang Jepang sangat sulit saya cerna. Mungkin emang listening saya nggak bagus, jadi saya nggak yakin juga isi pertanyaannya. Sepertinya tentang 1) budaya Jepang dan Indonesia atau 2) tentang beradaptasi di Jepang.

Saya gambling saja waktu itu, saya pilih jawaban untuk yang beradaptasi. Saya bilang, faktor yang paling sulit untuk beradaptasi di Jepang adalah soal makanan dan bahasa. Kalau untuk bahasa saya tidak terlalu khawatir karena saya bisa bergabung di kelas persiapan bahasa Jepang. Untuk makanan, saya bisa masak sendiri pak. Saya jago masak kok. Terus tiba-tiba bapak-nya yang nanya bingung, saya juga bingung, kayanya saya salah jawab deh. haha. Saya nungguin respon bapak-nya ngapain, eh ternyata beliau menyudahi sesi. Alhamdulillah... :D Jadilah saya timpalin aja dengan cerita kalau saya pernah belajar bahasa Jepang sewaktu kuliah, 6 bulan dapat kursus dari lembaga pendidikan bahasa Jepang di Universitas Riau. Lumayan untuk bahan obrolan sama bapaknya.

Waktu saya bilang saya bisa masak, bapak yang ramah itu nanya dengan antusias "Seriously, are you a good cook?!", lalu saya becandain "Of course, Sir. After this, perhaps I can be the next Indonesian Master Chef". Terus semuanya ketawa, saya seneng banget ada hal kecil yang setidaknya buat mereka ingat saya. 

Diakhir sesi bapaknya bilang, "Terima kasih sudah datang ya jauh-jauh dari Riau. Nanti tolong panggilkan peserta yang terakhir".
"Baik, pak", kata saya. "Saya boleh menyampaikan sesuatu?" setelah dipersilakan, saya lanjutkan dengan mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberi untuk saya dan sekalian bilang saya senang bisa bertemu bapak-bapak semua. Saya pamit dengan salam versi Jepang yaitu membungkukkan badan sebelum keluar ruangan, cuma saya nggak pede antara mau bilang "hontouni arigato gozaimasu" atau "yoroshiku onegaishimasu". Jadi saya nggak ngomong apa-apa lagi sehabis bungkukan badan itu.

Saya menyudahi sesi wawancara itu dengan penuh syukur dan harapan. Saya tahu peluang setiap orang yang sudah datang di sesi wawancara adalah sama, dan setiap orang masih punya harapan untuk melanjutkan pendidikan melalui kesempatan ini. Hal ini karena faktor penentunya adalah berdasarkan kalkulasi dari ketiga seleksi yang sudah dijalani, yaitu dari nilai seleksi berkas, tes tertulis dan wawancara untuk bisa lulus primary screening di monbusho. Selanjutnya saya tinggal banyak berdoa dan berserah diri saja sama Allah mengenai hasil yang akan saya terima di tanggal 11 Juli 2014 nanti.
テグー さん がんばってください!

***
Kumpulan tulisan saya tentang pengalaman serta tips dan trik mendapatkan beasiswa Monbukagakusho Research Student 2015:


Sunday, June 22, 2014

Monbukagakusho Research Student 2015 (Part 3) : Kelulusan Seleksi Berkas dan Tes Tertulis

Siang hari tanggal 10 Juni 2014, saya baru aja selesai makan siang di kantor. Karena masih jam istirahat, saya buka-buka facebook sebentar sekalian refreshing gitu. Eh saya nemu status update dari fans page Kedutaan Besar Jepang di Indonesia yang kira-kira isinya:
Selamat siang semuanya. Pengumuman hasil seleksi berkas beasiswa Monbusho program Research Student 2015 telah keluar dan dapat dilihat di http://www.id.emb-japan.go.jp/sch_rs.html研究留学生プログラムの書類選考の結果がでました。詳しくは上のリンクをクリックしてください(インドネシア語のみ
Saya penasaran banget, saya klik linknya dan download pengumumannya. Saya lihat satu persatu di list yang lulus, ada 87 orang yang lulus seleksi berkas, dan... Subhanallah Walhamdulillah... urutan 79 - TEGUH BUDIANTO - Lokasi Tes Tulis Medan - Wawancara 19 Juni 2014, Pukul 13:00. Ada nama saya??!!! :O (link penguman seleksi berkas: disini). Saya kaget bukan kepalang, rasanya aliran darah dari kepala ke kaki berasa di tengkuk saya, perasaan apa ini namanya. Sama seperti saat saya lulus seleksi berkas LPDP waktu itu.

Informasi dari monbusho mengenai kelulusan seleksi berkas benar-benar mengejutkan saya, saya nggak tau harus berekspresi gimana lagi selain bersyukur atas kesempatan yang Allah SWT beri buat saya ini. Saya sama sekali nggak pernah nyangka dipercobaan saya yang pertama mendaftar monbusho langsung memperoleh kesempatan ini. Jujur, saya tidak pernah banyak berharap akan bisa lulus bahkan diseleksi berkas sekalipun karena monbusho terkenal sebagai salah satu beasiswa favorit yang diperebutkan oleh mahasiswa Indonesia dengan segudang prestasi --- me? I’m not a part of that people. lol. Jadi ya saya waktu daftar aja udah seneng gitu, kebetulan sekali “Mendaftar Monbusho Research Student” ada di wishlist saya tahun 2012. Ya ampun lama banget ya baru bisa terwujud. Gimana nggak seneng coba? :D Setelah daftar saya pasrah dan berserah diri saja sama Allah SWT saat daftar dan lebih banyakin shalat dhuha. “Kalau memang ini rezeki saya, insha Allah tidak akan tertukar”, itu isi doa saya setiap selesai dhuha.

Pasca pengumuman tersebut, saya hanya punya waktu 1 minggu untuk persiapan keberangkatan dan tanggal-tanggal seleksi tulis dan wawancara bertepatan dengan kepindah-tugasan saya ke kantor di Cikarang (sekitar 1 jam dari Jakarta jika lalulintas tidak macet). Makin repot ini saya persiapan untuk seleksi berikutnya dan pindah-pindahan saya dari Riau ke Cikarang. 

Di pengumumannya, saya diarahkan untuk melaksanakan test tertulis beasiswa monbusho di Medan. Sebab, saat pendaftaran beasiswa saya memang memilih Medan sebagai tempat tujuan test karena lokasinya yang cukup ‘berdekatan’ dengan Riau. Saya dapat jadwal tes tertulis hari Senin, 16 Juni 2014 di Medan, dan tanggal 19 Juni 2014 di Depok untuk tes wawancaranya. Ya ampun, gimana caranya saya harus bepergian dari satu kota ke kota lain yang berbeda pulau pula dalam rentang waktu 3 hari? Saya harus modal besar kayanya nih. haha. Saya menepok jidat saya yang lebar ini dan langsung nyari-nyari kontak Bagian Kependidikan Kedubes Jepang di Jakarta. Katanya boleh ngajukan perpindahan lokasi tes. Akhirnya saya telpon Bagian Kependidikan Kedubes Jepang di Jakarta untuk pengajuan perpindahan lokasi tes tertulis. Tidak ada masalah dalam kepindahan ini, semua lancar dan memang diperbolehkan oleh panitia seleksinya. Jadilah saya bisa melaksanakan ujian tertulis monbuso di UI Depok.

Sebenarnya saya itu harus masuk kerja di hari pertama pas di hari yang sama dengan test tertulis. Jadi saya minta tolong ke Pak Ardan, atasan saya yang ngasih surat rekomendasi untuk monbusho juga, supaya bisa memberikan izin sehari agar bisa tetap ikut ujian monbusho ini. Dan Alhamdulillah saya dibolehin, terima kasih banyak Pak Ardan sudah banyak support saya, jadi malu kalau kerjaan banyak yang tertunda karena saya suka izin ngantor :(

***
Hari Minggu 15 Juni 2014, saya sudah bersiap-siap di Bandara SSK II Pekanbaru menunggu keberangkatan pesawat ke Jakarta, saya berdua sama Andin waktu itu. Sahabat saya di kampus dan sekantor pula sekarang di Cikarang. Sekalian juga, saya koordinasi sama Kenny (sahabat saya lainnya yang sedang kuliah S2 di Linguistik UI) nanya-nanya rute dari Bandara ke UI Depok. Setibanya saya di Bandara, saya dan Andin berpisah. Andin lebih dulu ke Bekasi tempat dia akan tinggal, dan saya melanjutkan perjalanan ke Depok menaiki Damri jurusan Pasar Minggu. Kenny yang khawatir saya nyasar, maklum saya cuma beberapa kali doang pernah ke Jakarta, akhirnya menunggu saya di Stasiun Pasar Minggu, karena kami berencana akan menaiki KRL dari Ps.Minggu ke stasiun Universitas Indonesia. Sesampainya di UI sudah malam hari, saya dititipin Kenny di kos-kosan temannya, kebetulan teman kuliahnya ini sedang nggak di kosan. Jadilah, saya bisa numpan pake kamarnya selama 1 hari itu. (Terima kasih pertama untuk Kenny udah susah-sudah nunggu saya sampai 2-jam lebih).

Saya yang nggak mempersiapkan banyak hal selain kertas-kertas copy-an dari application form, research plan dan contoh-contoh soal ujian tertulis tahun sebelumnya mencoba membaca-baca ulang isi dari berkas-berkas tersebut. Saya sedikit berfokus kepada contoh-contoh soal ujian tertulis tahun lalu sambil menjelang waktu tidur.

Esok paginya (16 Juni 2014), saya janjian sama Kenny ditempat saya menginap dan dianterin lagi sama Kenny ke Pusat Studi Jepang (PSJ) UI tempat dimana ujian tertulis akan berlangsung pagi itu. (ya ampun Kenny ini baik sekali, nganterin saya kesana-sini T,T). Ujian tertulis akan dimulai jam 10 pagi. Saya sudah nangkring di depan Auditorium pagi-pagi jam 8:30. Kali itu saya sendirian nungguinnya. Gak sendirian juga ding... ada peserta lain disana, cuma diem-dieman aja karena nggak ada yang kenal satupun.

Suasana Saat Ujian Tertulis
Saya dan peserta lain dipersilakan masuk ke Auditorium pukul 9:30. Oh iya, saat dinyatakan lulus, di dalam surat pengumuman peserta akan diminta untuk membawa ID card (bisa KTP atau passport), dan alat-alat tulis untuk ujian. Jadi panitia seleksi tidak akan menyediakan alat tulis untuk peserta. Sebelum dimulainya ujian, biasanya panitia akan memberikan penjelasan dan tata tertib yang berkaitan dengan seleksi monbusho ini, terutama untuk ujian tertulis.

Ujian tertulis ini, khusus untuk research student, TIDAK ada materi ujian semacam matematika, fisika, atau yang lainnya. Hanya ada 2 materi yang diujiankan dan keduanya adalah ujian bahasa.  60 menit pertama, peserta akan diminta untuk mengerjakan ujian bahasa Inggris dan 120 menit berikutnya akan dilanjutkan dengan ujian bahasa Jepang.

Jangan khawatir buat yang nggak bisa sama sekali dengan bahasa Jepang (kaya saya). Hasil dari ujian ini yang diambil adalah nilai yang paling tinggi diantara kedua. Tentu saja saya ada kepikiran, "kalau begitu akan beruntung sekali bisa bahasa Jepang dan bahasa Inggris maka kesempatannya lebih besar untuk memperloleh hasil yang bagus dikedua tesnya". Hmm... bisa iya, bisa tidak. Kenapa begitu? Karena yang diambil adalah nilai yang paling tinggi, akan sama saja toh akhirnya. Pikiran saya, seseorang akan lebih bagus disalah satu ujiannya. Tentu dia juga akan memprioritaskan ujian yang paling dikuasainya. *mencoba menyenangkan diri sendiri* lol.

Karena saya nggak bisa bahasa Jepang sama sekali, jadinya saya fokus betul-betul saat mengerjakan soal yang ada di ujian bahasa inggrisnya. Ya ampun, soalnya sebenarnya gampang tapi saya berasa banget jebakan di soal ini mengerikan. Peletakan jawaban opsional (A,B,C, dan D) juga membingungkan. Saya sempat ragu jadinya untuk milih jawaban yang benar. Di blog-nya Mas Samy (http://samybaladram.wordpress.com/2012/08/08/beasiswa-monbukagakusho-2013-hasil-seleksi-berkas-dan-tes-tertulis/) diceritakan detail sekali mengenai tipe soal apa yang ada di tes tertulis ini.

50 menit berlalu untuk ujian bahasa inggris, saya masih punya 10 menit sebelum kertas ujian dan soal dikumpulkan. Saya gunakan waktu itu untuk membaca ulang soal-soal yang saya masih ragu akan jawabannya. Lumayan, rasanya berguna juga proses re-check jawaban saya. Akhirnya saya dapat ilham buat ngasih jawab yang terbaik (menurut saya lho ya). Di ujian apapun, menurut saya time management adalah hal yang penting juga. Saat stuck sama satu soal, pindah ke soal lain. Atau part soal yang lebih mudah bisa dikerjakan terlebih dahulu ketimbang lainnya.

Selesai ujian bahasa Inggris, seperti yang saya ceritakan sebelumnya, maka dilanjutkan dengan ujian bahasa Jepang. Dengan berbekal kursus bahasa Jepang 2 tahun lalu di Tomodachi UNRI, saya mencoba peruntungan membaca barisan kana dan kanji di soal ujian tsb. Satu-satunya kata yang bisa saya baca hanya インドネシア yang bacanya "INDONESIA". 1 menit... saya mulai nulis nama dulu dan nomor ujian... 3 menit... belum ada satu katapun yang bisa saya baca. 5 menit... saya senyum-senyum bego nggak tau mau ngapain. Akhirnya di menit ke-10... saya angkat tangan dan menyerahkan lembar jawaban dan soal kepada panitia ujian hari ini. HAHA saya benar-benar nggak ada jawab satupun. Udah deh biarin aja, semoga ujian bahasa Inggris yang saya kerjakan hasilnya bagus dan memenuhi syarat untuk lanjut ke tahap seleksi berikutnya. Contoh soal ujian tertulis tahun-tahun sebelumnya bisa diunduh di link ini ya.

***
Saya pun keluar ruangan dengan perasaan lega, satu ujian sudah saya jalani dengan lancar jaya. Saya janjian lagi sama Kenny, makan siang dulu sebelum menuju ke Cikarang. Ceritanya perpisahan gitu, soalnya besok harinya Kenny akan pulang kampung ke Bengkulu juga dalam rangka liburan semester. Duh senangnya yang anak kuliahan, kalo yang udah kerja agak susah ya mau liburan. haha... Saya diajakin Kenny makan siang di resto Korea di kawasan perpustakaan pusat UI (disini halal semua). Ya ampun, saya pesen makanan pedes banget dan makanan Kenny (kalo gak salah bulbogi?) enak banget. Sekali lagi terima kasih ya Kenny, selain sudah ditemenin kemana-mana, diajakin makan lagi. Ya ampun baiknya ini orang :D

Saya mengakhiri ujian saya hari itu dengan pulang(?) ke Cikarang menaiki KRL, ada perasaan bahagia di dada saya meski di kereta saya berdiri cukup lama. Tidak apalah, hari itu saya bahagia :)

***
Kumpulan tulisan saya tentang pengalaman serta tips dan trik mendapatkan beasiswa Monbukagakusho Research Student 2015: