Friday, July 14, 2017

Catatan Kuliah Master di Jepang - Tahun Pertama

Babak baru dalam hidup saya di Jepang dimulai ketika saya baru saja kembali ke Jepang sekembalinya saya dari Indonesia untuk menghabiskan waktu liburan musim semi. Tanggal 4 April 2016, saya resmi diterima sebagai mahasiswa master tahun pertama di University of Tsukuba. Hari itu merupakan hari penyambutan mahasiswa baru yang diadakan oleh universitas. Satu hal yang paling berkesan selama acara penyambutan mahasiswa di kampus saya adalah Kelompok Musik Orkestra-nya kampus. Dan, bagi semua siswa/mahasiswa baru di Jepang, awal dimulainya pembelajaran ditemani dengan mekarnya bunga sakura yang menghiasi sepanjang jalan dan taman-taman di Jepang.

Kuliah tingkat master di Jepang mewajibakan seorang mahasiswa untuk menjadi bagian dari salah satu laboratorium di tempatnya kuliah. Begitu juga saya, saya tergabung di laboratorium NLP, Grad. School of Systems and Information Engineering. Jadi dari awal sekali, saya akan bekerja dan belajar di lab ini (red: ngelab). Mungkin sedikit berbeda dengan kuliah master di Indonesia dimana mahasiswa tingkat master baru mulai bersentuhan dengan aktivitas lab pada tahun terakhir kuliah. Di tahun pertama ini saya bisa menuntaskan semua credit dan mata kuliah saya, bahkan di tengah tahun pertama saya sudah menuntaskan 70% dari semua kelas yang saya ambil. **standing ovation**

Kampus University of Tsukuba saat musim panas

Perkuliahan
Minggu pertama menyandang status sebagai mahasiswa Master disibukkan dengan pengambilan credit kuliah dengan mempertimbangkan course apa saja yang akan diambil selama satu tahun pertama. Saya berdiskusi dengan sensei (red: professor) saya untuk hal ini karena beliau sepertinya sudah punya rencana sendiri untuk mahasiswa bimbingannya tentang mata kuliah apa yang cukup related dengan lab, tugas-tugasnya relatif mudah, atau pilihan mata kuliah yang nggak ada ujiannya sama sekali (red: ini jadi favorite saya). Saya cukup terbantu dengan rekomendasi mata kuliah pilihan sensei saya, jadi sayang nggak perlu repot-repot milih yang sesuai dengan bidang saya. Meski akhirnya saya mumet juga karena masalah lain.

Sebenarnya, hal yang cukup membuat saya mumet adalah ketidak-tersediaannya mata kuliah berbahasa inggris yang bisa memenuhi credit kelulusan saya. Bingung kan? Iya bingung banget ini. Saya akhirnya nanya-nanya ke temen di jurusan lain yang masih ada kaitannya dengan ilmu komputer. Saya pada akhirnya ambil 2 mata kuliah dari jurusan lain yang ada di graduate school yang sama dengan jurusan saya. Yokatta. Di Jepang (atau di negara-negara lainnya) diperbolehkan untuk mengambil mata kuliah dari jurusan lain, saya kurang tau kalau di Indonesia gimana. Mungkin ada yang bisa menceritakan pengalamannya?

Dari yang saya amati, perkuliahan di Jepang itu pada dasarnya disajikan dalam bentuk; pertama seminar, dan kedua general course yang senseinya menjelaskan dan kita mahasiswanya tidur memperhatikan dengan seksama. Bentuk pertama ini juga terbagi dalam bentuk lainnya, ada yang dengan mengundang pemateri dari para peneliti di perusahaan-perusahaan, lab riset terkemuka, dan ada yang materinya disajikan oleh mahasiswa di jurusan. Nanti saya akan tulis lebih rinci berdasarkan  mata kuliah yang saya ambil. Sementara bentuk general course, senseinya biasanya mengajar dengan ilmu-ilmu dan topik terkini, tidak yang bergantung dengan buku banget, saya sangat mengagumi cara sensei di Jepang yang mengajarkan dengan topik kuliah yang merupakan hasil penelitiannya sendiri.

Nah, saya baru menjelaskan gambaran umum dari bentuk perkuliahan yang ada di Jepang. Bagaimana dengan suasana perkuliahannya? Kuliah di Jepang ini cocok banget sama tipe mahasiswa yang males ngomong di kelas, karena banyak banget mata kuliah yang terkesan pasif dimana mahasiswa hanya mendengarkan senseinya ngoceh sepanjang 1-2 jam pelajaran. Saya suka? umm... Saya lebih prefer kalau kelasnya semi-aktif, 50% sesi dimana senseinya bercerita dan ada sesi dimana mahasiswa bisa saling berdiskusi. Saya mungkin lebih suka dengan suasana kelas yang seperti itu, lebih berasa "kuliahnya" ketimbang duduk manis doang di dalam kelas. Di dalam kelasnya jadi nggak jarang mahasiswa yang membuka laptop dan sibuk dengan kerjaannya sendiri, bisa jadi risetnya lagi padat-padatnya atau emang kelasnya bikin bosen? Well, i am not sure. Saya nggak tau ada pengaruhnya atau tidak dengan kondisi ini, nggak jarang juga mahasiswa ketiduran di kelas dan senseinya nggak pernah bakalan ada yang ngasih peringatan atau membangunkan. Saya sih masih beranggapan kalau ini merupakan bentuk tidak menghargai ke guru, tapi mungkin orang Jepang melihat dalam sudut pandang yang berbeda; ketiduran di kelas itu pertanda bahwa hari sebelumnya orang ini sudah berusaha keras, entah belum pulang ke apato atau belum tidur sama sekali. Beginilah perbedaan budaya ya, ada nilai-nilai yang tidak kita ketahui ternyata, bukan tentang budaya siapa yang lebih baik/buruk.

Penelitian
Perkuliahan di dalam kelas ini bisa dibilang hanya bentuk basic knowledge share saja dari sensei ke mahasiswanya. Tugas-tugas kuliahnya juga relatif lebih mudah, tapi bukan berarti saya bisa tidur lebih awal karena tugas-tugasnya mudah lho... Bahkan nggak ada ujian akhir sama sekali. Kebanyakan penilaian cuma berdasarkan kehadiran dan weekly report saja. Makin minat nggak nih kuliah di Jepang?

Tunggu dulu...

Kuliah master di Jepang itu nggak hanya ambil credit, hadir di kelas-kelas, ngumpul tugas dan lulus.  Di Jepang setiap mahasiswa akan mulai ngelab dari awal pertama kali diterima secara resmi di kampus. Saya bisa katakan bahwa beban perkuliahan di kelas-kelas itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan penelitian di lab. Setiap minggu saya diharuskan memberikan laporan penelitian kepada sensei untuk menunjukkan progress yang saya buat. Jadi benar-benar harus bikin progress penelitian sebaik-baiknya, karena akan terasa sekali kalau tidak bisa menyampaikan apa-apa pada saat progress meeting. Saya beruntung karena saya sudah satu tahun sebagai research student dan tinggal melanjutkan riset yang akan saya kerjakan selama master. Di jurusan saya, kelas seminar memberikan kesempatan untuk semua mahasiswa secara bergantian mempresentasikan penelitiannya kepada mahasiswa lain, dan ini sepertinya satu-satunya kelas dimana ada interaksi tanya-jawab langsung antar mahasiswa. Dan, jika sudah mencapai tahapan tertentu, sensei juga akan meminta mahasiswanya untuk menuliskan hasil penelitian tersebut dalam bentuk tulisan ilmiah yang sudah siap untuk disubmit ke conference, workshop atau journal. Hingga tahun pertama saya hanya baru satu kali submit paper ke sebuah conference di Jepang, moga-moga bisa lebih banyak lagi kesempatan untuk submit dan mempresentasikan hasil penelitian saya di pertemuan ilmiah lainnya.

0 comments:

Post a Comment